Budi Julian, MA, salah seorang dosen Institut Agama Islam Negeri Langsa yang tampil pada perhelatan Annual International Conference On Islamic Studies (AICIS) Ke 19 akan mempresentasikan makalahnya pada Kamis (3/10/2019) esok hari.
Lewat tulisan yang berjudul “Aktivisme
Jihad-Syahid Pasca ISIS di Indonesia dan Tunisia”, kepada humas, selasa
(2/10/2019) Budi menyampaikan ulasan ringkas makalahnya.
Dalam tulisan itu Budi menyebutkan,
meski secara resmi, lewat sumber dari ISIS yang menyebut bahwa
perjuangan mereka terhenti, namun para militan ISIS tetap saja melakukan
aksi-aksi jihad-syahid di sejumlah tempat dengan mengadopsi sebagian
pola aksi sewaktu di Irak dan Suriah, selain terdapat pula pola aksi
baru Di Indonesia aksi-aksi tersebut terjadi di Medan (2017) dan
Surabaya (2018). Aksi Medan melibatkan sejumlah PKL (Pedagang Kakilima)
yang mengorganisir aksi dalam skala kecil dan berbiaya murah (low cost terrorism)
namun cukup menebar teror. Sejumlah pengamat menilai aksi Medan
termasuk pola aksi jenis baru yang belum pernah ada sebelumnya, termasuk
juga aksi Surabaya 2018 yang melibatkan perempuan (IRT) dan anak.
Eksekutor aksi Surabaya pernah bergabung
di pusat ISIS. Eksekutor aksi Medan terinspirasi pola aksi ISIS pusat
dan tidak terekrut secara formal di ISIS dan terilhami aksi-aksi
jihad-syahid lewat youtube dan konten radikal lainnya.
Selanjutnya, aksi jihad-syahid di
Indonesia dan Tunisia melibatkan anak-anak muda dan perempuan. Pakar
menyebut secara psikologis perempuan rentan terpapar paham radikal dan
turut serta dalam aksi jihad-syahid karena fantasi mereka yang
menganggap bahwa menjadi radikal merupakan sebuah idealisme.
Aksi jihad-syahid juga terkait
fatwa-fatwa jihad dari ulama-ulama ternama baik dari Sunni maupun Syi'i
seperti al-Qaradhawi, al-'Arifi, Hussein Fadhlallah yang memfatwakan
kepatutan perempuan melakukan operasi syahid dengan target para kuffar
dan pemerintahan yang despotik. Termasuk memfatwakan "jihadun nikah"
(diindikasikan berasal dari fatwa al-'Arifi) dengan asumsi bahwa
merupakan aksi jihad-syahid jika perempuan dapat dinikahi oleh militan
ISIS.
Secara kelembagaan, ISIS sudah berakhir,
tapi spirit jihad-syahid tidak terkubur. Pola aksi baru terus
dimodifikasi untuk tidak tercium gerakannya oleh negara, baik dengan
menumbalkan perempuan dan anak sebagai eksekutor aksi, dan dengan
operasi jihad-syahid yang cukup sederhana tanpa memanfaatkan senjata
berat militer, tapi mungkin hanya dengan sebilah pisau dapur untuk
mengupas buah. Dalam keyakinan mereka, khilafah harus berdiri agar tegak
syariat Islam seperti era keemasan Islam. Perangkat negara seperti
polri dan negara sendiri dipandang sebagai "thaghut" yang wajib diperangi.
Budi mengatakan, Ini merupakan kali yang
kelima keikutsertaan dirinya dalam AICIS sebagai penyaji makalah baik
individual maupun grup baik sejak AICIS 2014 Balikpapan, AICIS 2015
Manado, AICIS 2016 Lampung, AICIS 2018 Palu dan sekarang AICIS 2019
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar